░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░

Bertobat dan Beruntung

Seseorang yang telah berbuat salah melanggar aturan agama maka wajib baginya untuk bertobat kepada Allah SWT. Para ulama berpendapat bahwa tobat itu hukumnya wajib. Jika perbuatan dosanya tidak bersangkutan dengan manusia maka syarat tobat yang harus dilakukan ada tiga. Pertama, harus meninggalkan maksiat yang telah dilakukannya. Kedua, menyesali perbuatannya. Ketiga, bertekad untuk tidak melakukannya kembali perbuatan maksiat tersebut selama-lamanya.

Ketiga syarat tersebut harus dipenuhi agar tobat seseorang menjadi sah. Apabila salah satu dari tiga syarat tersebut tidak dipenuhi maka tobatnya tidak sah. Betobat harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, dan tobat itu sebenarnya akan memberikan keuntungan kepada orang yang bertobat dengan sungguh-sungguh. Allah SWT berfirman: “Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (Al-Qur’an, Surat An-Nur: 31).

Selanjutnya, jika perbuatan dosa yang dilakukan seseorang berhubungan dengan orang lain, maka syarat tobatnya ada empat. Tiga syarat yang telah disebutkan, ditambah dengan satu syarat yaitu membersihkan diri atau membebaskan diri dari hak yang terkait dengan orang lain tersebut. Apabila dosa yang dilakukan terkait dengan harta benda maka harta benda tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya.

Selanjutnya, apabila dosa yang dilakukan berupa tuduhan zina kepada orang lain atau sejenisnya maka kewajibannya adalah meminta maaf kepada orang yang dituduhnya. Seseorang yang bertobat hanya untuk sebagian dosanya (karena dosanya memang terlalu banyak) maka tobatnya adalah sah, tetapi untuk dosa yang lain masih tetap berkewajiban bertobat.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya untuk selalu meminta ampun dan bertobat kepada-Nya. Artinya, tobat itu sebenarnya wajib hukumnya bagi orang yang berbuat dosa. “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobatlah.” (Al-Qur’an, Surat Hud: 3).

Tobat yang benar adalah tidak mengulangi lagi perbuatan dosa yang pernah dilakukannya. “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya.” (Al-Qur’an, Surat At-Tahrim: 8).

Dalam bertobat juga disertai permohonan ampun kepada Allah SWT atas dosa yang pernah dilakukannya. Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya agar selalu memohon ampun kepada Allah SWT dengan senantiasa mengucapkan istighfar. Dari Abu Hurairoh ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya saya mengucap istighfar dan bertobat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali setiap hari.” (HR Bukhari).*


Jangan Sombong

Orang sombong biasanya memiliki kesenangan untuk meremehkan orang lain. Orang sombong memandang semua orang di dunia ini bagaikan makhluk kecil yang tidak berarti. Orang sombong menganggap dirinya paling hebat. Sifat sombong seperti itu sangat dibenci oleh Allah Swt dan orang sombong akan dijauhi oleh banyak orang.

Untuk mengetahui apakah di dalam dada kita terdapat benih kesombongan maka kita harus berinstropeksi diri. Tanda adanya benih kesombongan sebenarnya mudah diketahui, yakni jika kita ingi dan gemar dipuji orang lain maka dalam diri kita terdapat bakat untuk menyombongkan diri. Sifat orang sombong antara lain adalah senang jika disanjung.

Gila hormat juga merupakan benih kesombongan. Orang yang demikian tidak pernah bosan untuk mengatakan bahwa dirinya yang paling hebat dan banyak orang tunduk dan hormat kepadanya. Ia mengaku sebagai orang pandai dan banyak orang yang berdatangan kepadanya minta dinasehati. Ia mengaku sebagai orang kaya dan banyak orang berdatangan kepadanya meminta hartanya.

Orang sombong akan kelihatan sekali jika berada di tengah lingkungan pergaulan. Orang sombong akan selalu menonjolkan dirinya, selalu membicarakan kekuasannya, kekayaannya dan ia akan sakit hati jika ada orang lain yang meremehkan dirinya.

Allah Swt sangat membenci orang yang sombong karena kekuasaan manusia sangat kecil dan tidak ada artinya jika dibandingkan dengan kekuasaan Allah Swt. Jika kita berdiri di tepi pantai maka akan terlihat hamparan laut tak bertepi. Lalu kita celupkan ujung jari kita ke air laut dan kita angkat ke atas, maka meneteslah air yang menempel di jari tersebut. Tetesan air tersebut ibarat ilmu manusia dan hamparan lautan yang sangat luas ibarat kekuasaan Allah Swt. Perbandingan tersebut sangat jauh, pengetahuan manusia tidak ada apa-apanya dibandingkan denan kekuasaan Allah Swt. Oleh karena itu, tidak sepantasnya manusia menyombongkan diri di muka bumi.

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an (Surat Lukman: 18): “Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah Swt tidak menyukai orang yang sombong lagi menyombongkan diri”.

Kesombongan tidak boleh dibiarkan berkembang dan berlarut-larut karena akan berurat dan berakar di dalam hati. Kalau keadaannya sudah demikian, maka bagaikan penyakit kanker yang menggerogoti tubuh kita akan sulit untuk disembuhkan. Kesombongan yang sudah mendarah-daging harus dilenyapkan melalui latihan yang sungguh-sungguh. Manakala di dalam hati muncul keinginan untuk dipuji maka hendaknya segera mengucap istighfar lalu berusaha mencegahnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, sifat sombing sangat merugikan dan membahayakan. Misalnya, seorang kaya yang sombong tidak mungkin mendapatkan simpati dari orang lain. Apabila suatu ketika ia memerlukan bantuan, maka orang lain tidak akan datang menolongnya. Bahaya lain yang ditimbulkan oleh kesombongan ialah dapat menghapuskan hak-hak orang lain. Sebab, orang sombong cenderung berbuat dzalim, dan orang demikian akan dicap jelek serta dibenci oleh masyarakat.*

[+/-] Next...

Silaturahmi Menebar Cinta Kasih

Salah satu ajaran Islam yang sarat dengan nilai universal adalah ajaran tentang silaturahmi. Pada dasarnya keberadaan manusia di muka bumi ini adalah selalu membutuhkan orang lain. Tidak ada satu orang pun di muka bumi ini yang dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Keberadaan manusia sebagai bagian dari unsur lingkungan hidup sangat dipengaruhi atau juga mempengaruhi unsur lingkungan hidup yang lain.

Intensitas dan kualitas hubungan relasi manusia dengan setiap orang bahkan setiap makhluk hidup yang ada di lingkungan sekitarnya sangat berpengaruh pada keutuhan manusia. Islam mewadahi prinsip hubungan relasi antar makhluk hidup ini dalam sebuah kata yang dinamakan silaturahmi. Salah satu Hadits yang membahas tentang silaturahmi adalah sebagai berikut:

Dari Aisyah ra, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Rahim itu tergantung di langit. Dia berkata: Siapa yang menemuiku maka dia pasti ditemui Allah dan siapa yang memutuskanku maka dia pasti diputuskan oleh Allah.” (HR Muslim).

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita agar supaya kita dapat “menjumpai” Allah SWT atau kita “dijumpai” oleh Allah SWT, yaitu dengan cara menebar kasih dengan bersilaturahmi kepada sesama manusia. Hal ini dinyatakan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

Dari Abdillah bin Umar, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Orang-orang yang memberikan cinta kasih itu diberi rahmat oleh Allah SWT, maka tebarkanlah cinta kasih kepada orang yang ada di muka bumi dan Allah SWT akan memberikan rahmat kepadamu.” (HR at-Turmudzi).

Kita diajarkan untuk rajin menyambung komunikasi, membagi simpati dan menebarkan empati kepada berbagai kalangan, berbagai strata sosial ekonomi, terutama kepada warga masyarakat yang sedang tidak beruntung, sedang sakit, kekurangan pangan, masyarakat miskin dan sebagainya. Setiap orang dari berbagai strata dan kelompok masyarakat dipastikan memiliki persoalannya sendiri-sendiri karenanya masing-masing perlu disapa secara khusus.

Kita perlu terus mendorong diri kita sendiri, keluarga kita, dan kita semua untuk terus menjalin silaturahmi, menebar kasih kepada sesama, menyapa masyarakat yang sedang tidak beruntung, membagi kebahagiaan kepada masyarakat miskin dan lain sebagainya. Tidak sepantasnya kita menghalangi, mengkritik atau bahkan memarahi seseorang yang rajin bersilaturahmi, mendatangi sesama warga masyarakat Indonesia di pelosok-pelosok desa yang tidak mendapatkan keadilan pembangunan. Seharusnya kita terus mendorong agar semakin banyak warga masyarakat yang bersilaturahmi mendatangi warga masyarakat miskin dan memberikan bantuan kepada mereka serta memberikan dorongan dan semangat agar mereka dapat bangkit dari keterpurukan.

Makna silaturahmi sangat dirasakan manfaatnya oleh berbagai kalangan di tanah air Indonesia. Silaturahmi dalam dunia pendidikan dapat diimplementasikan dengan mendirikian perguruan pendidikan yang menampung dan menerima para siswa dari berbagai strata sosial ekonomi. Para siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu namun memiliki kecerdasan harus diterima mengenyam pendidikan melalui sistem subsidi silang, yang mendapatkan bantuan sibsidi dari para siswa dari keluarga yang berkemampuan ekonomi.

Bersamaan dengan perkembangan hidup manusia dan perkenalan dirinya dengan berbagai ragam kehidupan di sekitarnya, persoalan yang dihadapi manusia pun tidak terbatas pada persoalan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan sebagainya. Persoalan sosial baru yang muncul dalam bentuknya yang beragam juga menghimpit manusia.

Silaturahmi yang sarat dengan kasih sayang sangat dibutuhkan oleh mereka yang sedang terpuruk. Warga masyarakat yang sedang menderita sangat senang dikunjungi dan disapa oleh orang lain. Apalagi orang yang bersilaturahmi tersebut datang dengan senyuman sambil memberikan bantuan yang dapat meringankan beban penderitaan mereka.

Warga masyarakat yang sedang terpuruk merasa tidak berdaya antara lain karena tidak hadirnya cinta kasih kepada mereka. Mereka semestinya harus kita sapa dengan senyum silaturahmi. Kita berikan cinta dan perhatian kepada mereka sembari menumbuhkan harapan bahwa selalu ada hari depan lebih baik setelah keterpurukan untuk menyambut kembali kehidupan baru yang lebih cerah.

Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa love heals atau cinta itu menyembuhkan. Secara terbalik kalimat tadi dinyatakan dengan “all disease is ultimately related to lack of love” atau dalam kata lain bahwa semua penyakit berakar pada ketiadaan cinta. Dalam bahasa Hadist di atas dapat dikatakan bahwa silaturahmi itu menyembuhkan dan semua penyakit berakar dari tiadanya silaturahmi. Silaturahmi itu dapat menyembuhkan karena ketika hal itu dilakukan berarti menebarkan rahmat Allah SWT. Sedangkan, rahmat oleh para ahli diartikan sebagai riqqah taqtadli al-ihsan ilal al-marhum, yaitu sikap penuh perasaan halus yang mendorong untuk memberikan kebaikan kepada yang diberi silaturahmi.

Apabila kelompok masyarakat yang beruntung di negeri ini mau bersilaturahmi, berkunjung dan menyapa dengan senyuman dan cinta kasih kepada warga masyarakat yang sedang terpuruk dan menderita di pelosok tanah air maka penyakit yang diderita bangsa ini akan dapat disembuhkan. Kebersamaan dan saling menolong dalam kerangka silaturahmi akan menumbuhkan semangat untuk menuju kehidupan baru yang lebih baik.*

[+/-] Next...

Ponorogo Kota Reog

Kemasyhuran sebuah daerah selalu paling gampang dikenali dengan kebudayaannya, baik itu kesenian, makanan khas, dan hasil karya putra daerahnya.. Ketika orang menyebut debus, maka pikiran yang terlintas adalah kesenian dari Banten, ketika berbicara ukiran, maka yang terpikir adalah orang Jepara, ingat gudeg tentu juga ingat Yogyakarta.

Begitupun yang terlintas dalam setiap benak dari bangsa ini tentang Ponorogo adalah Reyog Ponorogo. Reyog tidak hanya sebuah seni biasa, tetapi juga budaya, yaitu budi yang merupakan hasil pikir dan daya yang mewujudkan kreatifitas karya. Tidak cukup itu, reyog juga bagian sejarah dan peradaban serta filosofi tentang kebenaran yang akan selalu menang atas segala kebatilan. Salah satu unsur dalam kebudayaan adalah pewarisan pada generasi penerusnya. Reyog dalam bingkai budaya harus bertahan pada wilayah nilai estetika, pesan moral, dan pendidikan sejarah. Reyog sebagai suatu sistem yang utuh dari sebuah kebudayaan ini yang harus diwariskan, dipertahankan, diuri-uri, dan ada pembelajaran yang berkelanjutan. Kalau tidak reyog akan mengalami nasib yang sama dengan ludruk, ketoprak, wayang orang dan lainya, mengingat sudah semakin mengglobalnya bentuk budaya yang ada dalam kehidupan bangsa ini.

Bagi saya, Reog Ponorogo tidak sekedar tradisi pertunjukan tetapi juga salah satu kesenian budaya yang penuh makna dan nilai-nilai luhur dari bangsa Indonesia untuk menghayati kehidupan ini secara penuh. Makna kehadiran kesenian Reog ini bukan hanya pada keindahan dan kekhasan dari sisi penampilannya yang memang menjanjikan kemegahan, tetapi lebih dari itu adalah pada nilai-nilai kultural atau kearifan lokal yang visualisasinya nampak dalam simbol-simbol fragmen tarian yang disajikan dalam penampilan kelompok reog yakni tari warok, Tari jathil, Bujangganong, Tari Klana, dan Topeng Dadak Merak. Melalui pementasan tersebut nilai-nilai luhur yang hendak disampaikan, divisualisasikan agar meresap di dalam diri setiap generasi dalam memperjuangkan martabat bangsa.

Merupakan penanda yang menunjukan identitas kita yang berbeda dengan suku bangsa yang lain. Dengan perspektif local Wisdom dapat diketahui bahwa secara epistemologi Nusantara tidak sampai wilayah Malaysia, Singapura, Thailand dan negara-negara lainnya. Term “Nusantara” melambangkan kekhasan yang membedakan budaya Indonesia dengan budaya bangsa lain bahkan dengan bangsa serumpun seperti Malaysia sekalipun. Meskipun secara politik dalam sejarah sama tapi yang membedakan Indonesia dengan negara lain adalah Lokal Wisdom atau kearifan lokalnya. Local Wisdom, “aku adalah aku” dalam kaitannya dengan Epistemologi (Pengetahuan), Metafisika (Makna yang tersirat pada Simbol-simbol reog tersebut) dan Axiologi (nilai-nilai luhur yang melatarbelakangi pertunjukan reog tersebut). Kearifan lokal inilah yang membedakan antara budaya kita dengan yang lain.

Reog ponorogo beberapa waktu lalu menjadi bahan pembicaraan karena di-klaim sebagai warisan budaya Malaysia. Sebenarnya kontroversi ini secara faktual dapat diselesaikan dengan menganalisis runtut sejarah asal-mula budaya reog tersebut dan nilai-nilai yang melatarbelakanginya. Malaysia bisa saja memainkan tarian reog tersebut sefasih dengan yang dilakukan oleh masyarakat Ponorogo akan tetapi tidak mampu menunjukan nilai-nilai yang melatarbelakangi seni pertunjukan reog ini diciptakan karena budaya ini khas Indonesia dimana budaya tersebut diciptakan sesuai nilai-nilai yang diyakini masyarakat setempat yakni masyarakat Ponorogo yang tidak terdapat di daerah lain. Kalau Malaysia berdalih bahwa Reog yang di sana dinamakan Barongan merupakan warisan suku Jawa yang bermigrasi ke negeri jiran tersebut maka Barongan tersebut sudah semestinya tidak boleh di klaim asal Malaysia dan hak kepemilikan dari suku Jawa yang bermigrasi tersebut atas budaya Reog telah gugur dengan sendirinya karena ia telah secara resmi keluar atau pindah kebangsaan dari negeri dimana Reog itu lahir dan berkembang yakni di Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia.

Budaya masyarakat Ponorogo menurut saya tercermin dari penampilan waroknya. Warog Ponorogo itu menampilkan falsafah ” digdaya tanpa aji, menang tanpa ngasorake” ( sakti tanpa pusaka, menang tanpa merendahkan ). Yang selalu ditonjolkan adalah senjata tali putih ( sabuk tali lawe). Tali yang besar dan kuat yang berwarna putih itu menggambarkan bahwa senjata yang paling ampuh adalah ikatan persatuan yang kokoh dan dilandasi niat suci. Cerminan ini dibuktikan oleh masyarakat Ponorogo yang etos kerjanya selalu mengedapankan kebersamaan. Realitas bahwa masyarakat Ponorogo bisa menyatu dan berbaur dengan masyarakat Lampung, Jambi, Riau, Kalimantan, bahkan di Malaysia menunjukkan bahwa kultur masyarakat Ponorogo cepat berbaur namun tetap membawa ’ rasa budaya Ponorogo.

Reog Ponorogo tentunya memiliki nilai-nilai yang melatarbelakanginya berasal dari nilai bangsa Indonesia yang berbeda dengan Malaysia.Untuk menggali nilai-nilai yang tercermin dalam pertunjukan Reog Ponorogo, alangkah baiknya jika kita tahu sejarah yang melatarbelakanginya seperti yang saya kutip dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas berikut ini:
Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bra Kertabumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya.

Cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu diatas menurut saya melambangkan kepribadian baik manusia, yang selalu menggunakan suara hatinya agar selalu berbuat baik dan melarang perbuatan yang jahat yakni pesan politis Ki Ageng Kutu atas perilaku raja yang korup। Ia juga mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Kita tidak bisa memungkiri bahwa saat ini banyak terjadi tindakan korupsi. Oleh karena itu, menurut saya nilai-nilai luhur tersebut sangatlah bermanfaat untuk membangun kembali Indonesia yang lebih manusiawi, madani, bermartabat, lahir dan batin, serta lebih terhormat dalam tata pergaulan global.

Dari sedikit uraian diatas kiranya sudah jelas, bahwa Reog memang bukan penentu pokok baik atau tidaknya bangsa kita, mengingat banyak hal yang jauh lebih berpengaruh dalam hal ini. Namun, suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri pula, bahwa Reog ini akan banyak memberi pengaruh bagi masa depan bangsa karena nilai-nilai luhur yang tersirat didalamnya bisa menjadi bahan renungan bagi masyarakat agar dapat memperoleh kembali makna-makna hidup manusiawinya baik secara eksistensial maupun secara transidental.
Sampai hari ini, kita masih mendengar ungkapan bahwa bangsa kita adalah bangsa besar, dengan khazanah alam-lingkungan maupun alam-budaya yang Sangat kaya, namun jarang kita temukan orang yang dapat menjelaskan seperti apa kekayaan budaya yang kita miliki. (Damardjati Supadjar, 2001: -)
Pernyataan dari kutipan diatas bukanlah pernyataan yang tanpa ada bukti. Banyak kebudayaan bangsa kita yang tidak kita kenal. Kita baru merasa memiliki setelah kebudayaan tersebut diakui sebagai buah karya bangsa lain. Seperti kasus baru-baru ini, kita meluapkan emosi kita setelah lagu daerah, Batik, dan Reog kita diakui oleh malaysia. Padahal kita sendiri tidak mau mempelajari dan menghayati warisan kebudayaan yang kita miliki tersebut. Jangan sampai kasus-kasus diatas terulang pada kebudayaan kita yang lain.
Dari uraian-uraian yang telah saya jelaskan tersebut, saya dapat menarik kesimpulan bahwa Reog Ponorogo harus tetap kita jaga, kita lestarikan dan kita hayati makna yang terkandung didalamnya. Dengan penghayatan tentang pentingnya generasi-generasi yang tangguh dan bermoral semestinya Reog tidak kita tinggalkan begitu saja lantaran tidak modern. Perlu ditegaskan pula bahwa tidak semua yang kuno itu jelek dan sebaliknya tidak semua yang modern itu baik. Perlu adanya sintesa baru dalam akulturasi budaya khususnya. Budaya yang baik dipertahankan dan budaya yang mengancam kedaulatan bangsa harus ditinggalkan. Dengan demikian bangsa Indonesia akan mampu bersaing dengan bangsa lain. bangsa Indonesia akan tetap menjadi bangsa yang modern namun tetap religius dan berbudaya.
Reog, sering diidentikkan dengan dunia mistis dan kekuatan supranatural. Tapi kita tidak boleh memandang sebelah mata dan meng-cap reog hanyalah kebudayaan primitif. sebelum menganalisis pernyataan tersebut alangkah baiknya jika kita membaca terlebih dahulu kutipan berikut ini:
Tidak fair bila kita hanya mengungkapkan hal-hal muram dalam memandang dunia. Kesempatan dan peluang tetap terbuka lebar, bukan saja dalam ekonomi, ‘tradisional’ seperti pariwisata karena kita diberkahi dengan aset alam dan budaya yang jarang ada bandingannya (Ninok leksono, 2000: xvi)
Dari kutipan diatas saya harap kita bisa bersama-sama membuka mata hati kita bahwa dunia mistis tidak bisa dipandang melulu sebagai sesuatu yang tidak baik. Tradisi yang berbau mistis lainnya Grebeg Suro. Setiap tanggal 1 Muharam Suro, di kota Ponorogo diselenggarakan Grebeg Suro yang juga merupakan hari lahir Kota ini. Dalam acara Grebeg Suro ini diadakan Kirab Pusaka yang biasanya diselenggarakan sehari sebelum tanggal 1 Muharram. Pusaka peninggalan pemimpin Ponorogo jaman dulu,saat masih dalam masa Kerajaan Wengker tersebut diarak dari Makam Batoro Katong (pendiri Ponorogo) ke Pendopo Kabupaten. Dalam acara ini juga tersirat berbagai nilai-nilai luhur. Argumen ini akan saya tegaskan lagi dengan kutipan berikut ini
Dalam paham mistik ini, bukanlah tata lahir yang penting, akan tetapi kebersihan dan kejernihan batin sebagai faktor kondusif hidup di bumi demi tercapainya keteraturan kosmos. Untuk itulah dibutuhkan pengetahuan sejati, yang dapat dicapai dengan melatih rasa sebagai satu-satunya sarana, dalam konteks mana kehidupan moral akan dapat dihayati dengan pengambilan jarak terhadap dunia lahir, dunia kasar, yang fenomenal sifatnya.(Slamet Sutrisno, 1985:24)
Oleh karenanya kita harus tetap menjaga kekayaan kita tersebut. Tuhan Yang Maha Esa telah secara adil menebarkan bakat kepada manusia. Kita pasti berubah menjadi lebih baik bila kita mau berusaha sungguh-sungguh. Reog ini milik kita, budaya kita, tanggungjawab kita. Mari kita jaga dan kita lestarikan bersama-sama. Kita harus menjadikan budaya kita ini sebagai sebuah filosofi kehidupan, identitas bangsa yang tercermin dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menyelamatkan krisis multidimensial dan disintegrasi bangsa dan negara yang hingga kini belum menunjukan tanda-tanda teratasi.

[+/-] Next...

Designed by : Dens_Arya.com